Senin, 30 Mei 2011

metodologi study islam

PENDEKATAN ISLAM TRADISIONAL DI TANAH JAWA

Makalah

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu : Taufiqurrohman K.,SH.I,M.A.










Disusun Oleh :
Umi Salamah
NIM : 209 137



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
SYARI’AH/EI
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam wacana studi agama kontemporer, fenomena keberagaman manusia dapat dilihat dari berbagai sudut pendekatan yaitu pendekatan naqli (tradisional), pendekatan secara aqli (rasional), dan pendekatan kasyf (mistis). Dimana dalam memahami agama kontemporer itu seharusnya ketiga pendekatan tersebut digunakan secara serempak bukan secara terpisah-pisah. Ia tidak hanya lagi dapat dilihat dari sudut dan semata-mata terkait dengan normativisme ajaran wahyu, tetapi ia juga dapat dilihat dari sudut yang terkait erat dengan historisitas pemahaman dan interprestasi orang-perorang atau kelompok-perkelompok terhadap norma-norma ajaran agama yang dipeluknya, serta model-model amalan dan praktek-praktek ajaran agama yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti pada waktu Islam memasuki kebudayaan di Indonesia dengan waktu yang tidak terlalu lama. Itu di karenakan watak bangsa Indonesia dan bangsa- bangsa timur di dalam menerima setiap kebudayaan baru yang datang dari luar bersikap toleran, artinya bersedia menerima apa yang datang dari luar dengan tidak membuang sama sekali apa yang sudah dimiliki, dengan mengingat batas- batas kemungkinan. Sehingga para juru da’wah seperti Walisongo berhasil mengislamkan masyarakat di Jawa yang pada waktu itu masih memeluk kepercayaan- kepercayaan lama seperti Hindu, Budha, Animisme, dan lain- lain.
B. PERMASALAHAN
1. Apa Pengertian Pendekatan tradisional?
2. Bagaimana kebudayaan jawa ketika dimasuki ajaran islam?
3. Bagaimana metode dakwah islam yang diterapkan oleh walisongo?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Tradisional
Yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini Jamaluddin Rakhmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma realitas agama yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Oleh karena itu, tidak ada persoalaan apakah penelitian agama itu, penelitian ilmu sosial, penelitian legalisti, atau penelitian filosofis.
Berbagai pendekatan manusia dalam memahami agama dapat melalui pendekatan paradigma ini. Dengan pendekatan ini semua orang dapat sampai pada agama. Di sini dapat dilihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normalis, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupannya. Oleh karena itu, agama hanya merupakan hidayah Allah dan merupakan suatu kewajiban manusia sebagai fitrah yang diberikan Allah kepadanya.
Bentuk “tradisional” di kalangan para sarjana lulusan universitas dan perguruan tinggi “klasik” seperti al-Azhar di Mesir, Qarawayn di Maroko, dan Zaitunah di Tunisia adalah bentuk pengetahuan tentang tradisi dengan segala aspeknya, mulai dari tradisi agama, bahasa, hingga sastra, berpegang pada model apa yang pernah di kemukakan sebagai model “pemahaman literal dan tradisionalis atas tradisi” (al-fahm al-turatsi li al-turats). Yakni satu bentuk pemahaman yang merujuk pada pandangan ulama- ulama dan sarjana terdahulu, baik yang diungkapkan dalam bentuk pandangan- pandangan pribadi maupun pandangan- pandangan yang mengutip ulama’ sebelumnya. Ciri umum yang melekat pada pendekatan semacam ini adalah keterlibatannya dalam persoalan- persoalan masa lalu yang dihadapi tradisi, serta bersikap menyerah terhadapnya.
Tradisional muncul dari konsep tradisi. Tradisional merupakan sikap mental dalam merespon berbagai persoalan dalam masyarakat. Didalamnya terkandung metodologi atau cara berfikir dan bertindak yang selalu berpegang teguh atau berpedoman pada nilai dan norma yang belaku dalam masyarakat. Dengan kata lain setiap tindakan dalam menyelesaikan persoalan berdasarkan tradisi.
Pendekatan tradisional adalah paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama yang setiap tindakan dalam menyelesaikan persoalan berdasarkan tradisi.
B. Kebudayaan Jawa ketika dimasuki ajaran islam
Sejak dulu kala bangsa Jawa mempunyai sifat relijius yang tinggi. Di didukung oleh lingkungan yang mendorong pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sejak dini, bangsa Jawa telah mengenal agama Animisme yang telah berkembang cukup lanjut (advanced). Pengetahuan dan kebudayaan untuk menjalankan kehidupan beragama telah pula ikut dikembangkan.
Sifat relijius bangsa Jawa tidak membuat keyakinannya menjadi statis. Perubahan dapat terjadi dalam menganut suatu agama, manakala dilihatnya ada agama baru yang lebih baik. Oleh karena itu masuknya agama Hindu yang dianggap lebih modern dibanding Animisme, diterima dengan baik. Agama Hindu masuk ke Jawa dibawa oleh bangsa India yang datang pada abad ke-1 di bawah pimpinan Ajisaka. Salah satu hal yang dianggap menjadi penghambat diterimanya agama Hindu oleh bangsa Jawa adalah system kasta yang membedakan tingkatan atau derajat menusia berdasarkan ukuran- ukuran material. Oleh karena itu ketika sekitar abad ke-4 agama Budha masuk ke Jawa, yang di bawa oleh kaum terpelajar China dengan membangun pusat pemukiman baru di Palembang. Dengan dua agama baru itu maka persaingan terjadi di antara tiga agama besar, yaitu Hindu, Budha, dan Animisme. Persaingan tersebut seringkali membuahkan konflik, dan puncaknya adalah runtuhnya Mataram Hindu pada abad ke-10.
Islam sebenarnya sudah masuk ke Jawa pada abad ke-8 Masehi. Akan tetapi kuatnya keyakinan masyarakat kepada tiga agama yang sudah ada, tak tergoyahkan oleh tawaran agama baru yang dibawa juru dakwah dari daulah Abbasiyah. Hal ini disebabkan karena sampai abad ke-15 agama Hindu, Budha, dan Animisme telah mampu memberi petunjuk bagi masyarakat Jawa dalam mengembangkan masalah- masalah sosial, ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Akan tetapi ketika rakyat dan penguasa Majapahit dilanda kemelut politik, ekonomi, dan keamanan akibat perang Paregreg yang terjadi, timbul pemikiran baru yang sama sekali tak terduga sebelumnya. Pada waktu itu, dengan jitu Sultan Muhammad I dari Turki mengirim tim yang mampu memberi obat penawar keresahan masyarakat. Di bawah pimpinan Maulan Malik Ibrahim, dakwah Islam berhasil menghidupkan kebekuan penyebaran agama Islam yang telah berlangsung selama 7 abad sebelumnya. Kepiawaian sultan Turki di dalam memilih bidang keahlian sembilan juru dakwah tersebut merupakan kunci keberhasilan tim itu dalam membawa misi menyuburkan perkembangan Islam di Tanah Jawa.
Agama Islam menyebar di Indonesia dan khususnya di Jawa adalah secara alamiah. Penyebaran Islam tersebut adalah melalui hubungan perdagangan dan pengembaraan ulama- ulama sufi. Hal ini dapat diketahui dari alam pikiran islam di Indonesia yang sejak semula amat diwarnai oleh ajaran sufisme (tasawuf) dengan tokoh pemikir keagamaan yang terdiri dari para Wali Allah dan guru- guru tarekat. Dan dari sejak lahirnya, Islam adalah agama dakwah, baik dalam teori maupun dalam praktik. Sehingga dalam hal ini salah satu metode yang di pakai dalam pendekatan tradisional di Negara Indonesia dan khususnya di Jawa dengan cara berdakwah.
Salah satu Para Wali Allah yang menggunakan metode berdakwah adalah Sunan Kalijaga. Peran yang paling nyata adalah melanjutkan pengislaman Tanah Jawa dan memperkuat landasan budaya islami di kalangan masyarakat. Hasilnya, pada waktu Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945, jumlah pemeluk agama islam di Jawa dinyatakan sebesar 95%. Namun dari jumlah itu, khususnya di kalangan masyarakat Jawa, lebih dari separuh sebenarnya tidak mengenal betul apa ajaran Islam itu. Yang mereka kenal tidak lebih dari tradisi keagamaan yang masih bercampur dengan nilai- nilai agama Hindu-Budha-Animisme. Sampai dengan decade 1950-an, lebih dari separuh orang Jawa tidak menjalankan sholat, tidak tahu bagaimana melakukan sholat. Mereka juga tidak melakukan puasa Romadhon. Yang mereka kerjakan adalah berkhitan bagi anak lelaki dengan upacara yang sangat konsumtif, sampai nanggap wayang bagi keluarga yang mampu. Bagi yang kurang mampu, kadang-kadang waktu mengkhitankan anaknya juga nanggap wayang, walaupun biayanya diperoleh dengan menjual sawah.
Tradisi yang nampaknya juga hasil kerja Sunan kalijaga untuk mewarnai budaya masyarakat Jawa dengan nilai Islam adalah, setiap orang yang akan bekerja harus mengucapkan bismillah. Akan tetapi kata bismillah yang sebernarnya tidak sulit itu oleh lidah Jawa kebanyakan diucapkan dengan semeilah.
Di samping itu tradisi Jawa juga melarang seseorang bekerja, apalagi pergi ke sawah, di waktu tengah hari (waktu bedhug). Ini tentu anjuran untuk menjalankan sholat dhuhur, tetapi yang dipesankan hanya bekerja di tengah hari itu tidak baik karena dapat digigit ular. Demikian pula waktu senja (maghrib) juga dilarang keluar rumah karena waktu itu adalah candhik oloo. Kalau larangan ini dilanggar orang dapat menjadi mangsa bethoro koloo, tidak dijelaskan pesan aslinya untuk tidak meninggalkan sholat maghrib.
Kokohnya budaya dan adat istiadat orang Jawa yang berakar pada nilai- nilai Islam itulah barangkali karya Sunan Kalijaga yang paling penting dalam perkembangan Islam di Indonesia atau Jawa. Tetapi Sunan Kalijaga tidak sendirian, karena beliau juga dibantu oleh Wali- Wali yang lain. Memang ada tugas pembagian tugas cara berdakwah agar aktifitas seluruh anggota Walisongo dapat menyentuhh setiap kelompok masyarakat yang berlatar belakang budaya atau agama lama yang berbeda-beda. Mengingat hal itu, walaupun ada kekurangannya, peranan Sunan Kalijogo dalam mengembangkan agama Islam di Indonesia jelas penting artinya.
Contoh keberhasilan Sunan Kalijogo dalam membangun tradisi Jawa yang Islami adalah kepiawaiannya dalam membuat semacam filosofi yang memanfaatkan alat-alat pertanian yang digunakan masyarakat. Filosofi tentang luku dan pacul ciptaan Sunan Kalijogo itu masih dikenal luas di pedesaan Jawa Tengah sampai sekarang. Luku dan pacul adalah alat kemakmuran bagi masyarakat petani, sehingga hampir semua orang Jawa sebelum proklamasi kemerdekaan akrab dengan kedua alat tersebut. Oleh Sunan Kalijogo, bajak (luku) yang tersusun atas tujuh bagian itu dianggap mengandung filosofi yang dalam, yaitu (Widji Saksono 1985: 113-114):
1. pegangan, artinya orang yang ingin mencapai cita- cita harus mempunyai pegangan, bekal yang cukup. Bagi orang Islam, pegangan hidup tidak lain adalah Al-Qur’an dan Hadits.
2. Pancadan, mancad artinya bertindak. Kalau sudah punya pegangan maka segera bertindak, jangan menunda-nunda.
3. Tanding, artinya membanding- bandingkan. Setelah bertindak, kemudian membandingkan mana yang lebih baik.
4. Singkal, diartikan metu saka ing akal. Setelah memikir dan membandingkan, kemudian menentukan siasat terbaik untuk dapat berhasil.
5. Kejen, artinya kesawijen, yaitu kesatuan atau pemusatan. Karena sudah menemukan siasat, maka semua tenaga dan fikiran disatukan.
6. Olang- aling, artinya sesuatu yang menutupi. Setelah menyatukan tenaga dan fikiran maka cita-cita yang diinginkan sudah terbayang didepan mata, tidak ada yang menutupi.
7. Racuk, singkatan ngarah ing pucuk, yaitu menghendaki yang paling atas atau tinggi. Dengan petubjuk di atas, betapapun tingginya cita-cita maka akhirnya akan dapat tercapai.
Tentang filsafat pacul, setelah membajak maka masih ada sisa-sisa tanah di sudut sawah yang belum terbajak. Bagaimanapun, setelah cita-cita tercapai masih ada kekurangan- kekurangan. Di sini petani dapat menggunakan pacul. Peralatan pacul terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. pacul-nya sendiri, yang merupakan singakatan dari ngipatake kang muncul, artinya dalam mengejar cita-cita tentu timbul godaan yang harus disingkirkan.
2. Bawak, singkatang obahing awak, menggerakkan badan. Semua godaan yang ada harus dihadapi dengan kerja keras.
3. Doran, singkatan ndedongo ing pangeran, berdo’a kepada tuhan. Upaya untuk mengejar cita-cita seringkali tidak cukup dengan mengandalkan kerja fisik saja, tapi disertai dengan do’a.
C. Metode da’wah islam yang diterapkan oleh walisongo
Metode studi islam yang dilakukan oleh para wali dalam menyampaikan ajaran islam di Indonesia dan khususnya di tanah Jawa adalah dengan cara berdakwah. Masuk dan tersebarnya Islam di Indonesia khususnya, dan di dunia pada umumnya adalah dengan kebijaksanaan dan keuletan da’wah yang tidak dengan kekerasan. Islam sebagai ajaran dan tuntunan hidup yang menuntun manusia ke arah kebahagiaan dunia dan akhirat, diterima oleh rakyat Indonesia adalah dengan jalan da’wah.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT memberikan tuntunan dakwah yang baik dan benar. Rosulullah SAW juga telah memberikan contoh teladan bagaimana cara melaksanakan tuntunan tersebut dalam arena praktis. Cara- cara dakwah yang pernah dilakukan oleh Rosulullah ialah dengan cara memberi pidato dalam kelompok- kelompok, di pasar- pasar, mengunjungi rumah- rumah, memerintahkan sahabat- sahabatnya berhijrah, mengirim utusan atau delegasi, menyurati raja- raja atau amir, atau dengan usaha- usaha lainnya. Dasar dari metode ini merujuk kepada Al-Qur’an surat al-Nahl (16):125
“serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam berdakwah, secara konseptual Walisongo menerapkan metode yang disebut dengan istilah mau’idhah al-hasanah wal mujadalah hiya ahsan. Sebagai praktik dari mau’idhah al-hasanah yang dikembangkan oleh para wali, tokoh khusus yang diperlakukan secara professional dan dihubungi secara istimewa, langsung pribadi bertemu dengan pribadi. Kepada mereka diberikan keterangan, pemahaman dan perenungan (takzir) tentang Islam, peringatan- peringatan pemberian dengan lemah lembut, bertukar pikiran dari hati ke hati, penuh toleransi dan pengertian dari pihak para tokoh yang bersangkutan. Apabila cara ini tidak berhasil, barulah mereka menempuh jalan lain, yaitu al-mujadalah hiya ahsan. Cara yang disebut terakhir ini terutama diterapkan terhadap tokoh yang secara terang- terangan menunjukkan kurang simpati dan setuju terhadap dakwah Islam.
Penggunaan metode di atas kita dapati misalnya ketika Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan kawan- kawannya berdakwah kepada Ariya Damar dari Palembang. Berkat keramahan dan kebijaksanaan Raden Rahmat, Ariya Damar kemudian sudi masuk Islam bersama istrinya, yang kemudian diikuti pula oleh hampir segenap rakyat dari anak negerinya.
Metode al-hikmah sebagai system dan cara- cara berdakwah para wali merupakan jalan kebijaksanaan yang diselenggarakan secara popular, atraktif dan sensasional. Cara ini mereka pergunakan dalam menghadapi masyarakat awam. Kadang- kadang terlihat sensasional bahkan ganjil dan unik sehingga menarik perhatian umum. Dalam metode ini kita dapati misalnya, sunan kalijaga dengan gamelan Sekatennya. Atas usul Sunan Kalijaga, maka dibuatlah keramaian dengan gamelan Sekatenan (dua kalimah persaksian kunci keislaman), yang diadakan di masjid agung dengan memukul gamelan yang sangat unik dalam hal langgaman lagu mmaupun komposisi instrumental yang telah lazim pada waktu itu. Selain itu, Sunan Kalijaga juga mengarang lakon wayang baru dan menyelenggarakan pergelaran- pergelaran wayang.
Metode selanjutnya dari metologi dakwah Islam adalah metode tadarruj atau tarbiyyatul Ummah. Metode ini dipergunakan sebagai proses klasifikasi yang disesuaikan dengan tahap pendidikan umat agar ajaran Islam dapat dengan mudah dimengerti oleh umat dan akhirnya dijalankan oleh masyarakat secara merata, maka tampaklah bahwa metode yang ditempuh oleh walisongo tersebut didasarkan atas idiom likulli maqam maqal, yaitu memperhatikan bahwa setiap jenjang dan bakat, ada tingkat, bidang materi, dan kurikulumnya. Contohnya ketika Raden Patah mmenyatakan ingin berguru agama kepada Sunan Ampel. Oleh Sunan Ampel terlebih dahulu Raden Patah ditanya apakah sudah memiliki dasar yang kuat apa belum. Dan setelah Raden Patah mengetahui dasar yang dimilikinya, kemudian Raden Patah tidak lagi diharuskan bertempat di pondok pesantren tapi langsung ditempatkan di lingkaran wirid. Raden Patah memang membawa bekal ilmu yang sebelumnya telah dimiliki sejak dari Palembang.
Metode lainnya adalah dengan penbentukan dan penanaman kader, serta penyebaran juru dakwah ke berbagai daerah. Tempat yang dituju adalah daerah- daerah yang sama sekali kosong dari penghuni ataupun kosong dari penghuni Islam. Sunan Kalijaga misalnya, Beliau mendidik Ki Cakrajaya dari Purworejo dan setelah menjjadi wali naubah dianjurkan pindah ke Lowanu agar mengislamkan masyarakat di sekitar daerah itu.
Mengkaji secara mendalam tentang gerakan dakwah yang dilakukan oleh Walisongo, kita akan dapat melihat adanya kaitan dengan metode dakwah Nabi Muhammad. Pertama, berdakwah melalui jalur keluarga/ perkawinan. Diceritakan dalam usaha memperluas dakwah Islam salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menjalin hubungan genealogis dengan para tokoh Islam muda yang sebagian besar adalah santri beliau sendiri. Putri beliau yang bernama Dewi Murthosimah dikawinkan dengan Raden Patah (Bupati Demak).sebagaimana diketahui bahwa salah satu langkah yang ditempuh Nabi Muhammad untuk memperkuat kekuatan Islam adalah dengan melalui ikatan perkawinan, karena denga cara ini ikatan kekeluargaan akan semakin kuat di antara umat Islam. Contohnya perkawinan Nabi Muhammad dengan putri Abu Bakar.
Kedua, adalah dengan mengembangkan pendidikan pesantren yang mula- mula dirintis oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah suatu model pendidikan Islam yang mengambil bentuk pendidikan biara dan asrama yang dipakai oleh pendeta dan biksu dalam mengajar dan belajar. Oleh sebab itu pesantren di masa itu memakai mandala- mandala Hindu Budha yang pengaruhnya masih terlihat sampai saat ini agar masyarakat setempat tidak kaget dalam menerima nilai- nilai islam. Berbagai peristilahan yang berkaitan dengan hal- hal ritual masih mengambil istilah- istilah Hindu- Budha, untuk sholat misalnya dipakai istilah sembahyang yang diambil dari kata sembah dan hyang. Demikian dengan dengan penyebutan tempat ibadah dipakai kata langgar yang mirip dengan pengucapan sanggar. Untuk para penuntut ilmu dipakai istilah santri yang berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang mengetahui buku- buku suci agama Hindu. Meski system pendidikan pesantren menganut system padepokan yang mengingatkan pada biara tetapi santri bukanlah pendeta. Sehingga siapapun orangnya boleh belajar di pesantren.
Ketiga, adalah dengan mengembangkan kebudayaan Jawa. Dalam kebudayaan Jawa Walisongo memberikan andil yang sangat besar. Yaitu dalam bidang pendidikan dan pengajaran, hiburan, tata sibuk (perintang waktu luang), kesenian dan aspek- aspek lain di bidang kebudayaan pada umumnya. Misalnya ialah sunan Bonang bertugas dengan adamel sesuluking ngelmu.dalam kedudukannya selaku Raja Ilmu dan agama dengan gelar Prabu Hanyakra Kusuma. Beliau dibantu oleh Sunan Kalijaga dalam bidang seni dan budayanya. Sunan Giri mengarang ilmu Falak yang sesuai dengan alam dan pemikiran orang jawa. Sebagai astronomi dan memuat pelanggaran atau amanat yang berlaku bagi orang jawa dengan prinsip- prinsip ilmu Falak Islam, antara lain meliputi nama- nama hari, tanggal tahun dan sebagainya. Selain itu Sunan Kalijaga dengan cara praktis dan pepoler menciptakan filsafat dan pedoman hidup sebagai way of life dan way of thougt bagi rakyat jelata, khususnya bagi kaum tani dengan bajak dan cangkul atau luku dan pacul sebagai media pendidikan dan pengajaran nilai- nilai islam. Bajak dan luku memiliki tujuh bagian, masing- masing bagian itu adalah pegangan, pancatan, tanding, singkal artinya metu songko ing akal, kejen artinya kesawijen, ialah kesatuan atau pemusatan, olang- aling artinya barang yang menutupi, racuk artinya ngarah ing pucuk yaitu menghendaki yang paling tinggi.
Selanjutnya, dari berita- berita dan peninggalan sejarah kita mengetahui bahwa para wali menciptakan kisah- kisah, cerita- cerita, tamsil ibarat yang popular yang tidak hanya berisi ajaran konstruktif bagi jiwa dan raga, tapi juga merupakan hiburan- hiburan sehat yang menarik sebagai pengisi waktu senggang untuk menciptakan waktu luang yang sehat dan bermanfaat. Walisongo juga menciptakan Serat Dewa Ruci sebagai salah satu lakon wayang yang pada hakikatnya mengibaratkan usaha ke arah tarekat, hakikat sampai ma’rifat keislaman. Kesenian wayang itu, dalam proses berdakwah oleh para wali bukan dihapus tapi justru digunakan semaksimal mungkin menjadi alat pendukung dalam menyebarkan agama islam.
Untuk kehidupan beragama kita melihat usaha para wali tersebut mendirikan masjid- masjid, seperti masjid Demak, masjid Kudus dan sebagainya. Dalam lapangan pendidikan mereka juga mendirikan pesantren, madrasah, lembaga- lembaga pendidikan agama antara lain di daerah Bonang dan Ampel. Selain itu dibentuk pula perkumpulan- perkumpulan tarekat. Para wali membuat sya’ir- syair keislaman secara kreatif, dengan jalan mengadakan peringatan- peringatan hari besar Islam berupa perayaan dan upacara seperti Sekaten untuk mauled Nabi Muhammad SAW.
Keempat, adalah metode dakwah melalui sarana dan prasarana yang berkait dengan masalah perekonomian rakyat. Dalam hal ini Sunan Kalijaga menyumbangkan karyanya yang berkenaan dengan pertanian seperti filsafat bajak dan cangkul. Sunan Drajat juga menyumbangkan pemikiran tentang kesempurnaan alat angkutan (transportasi) dan bangun perumahan. Sunan Gunungjati menyumbangkan pikiran tentang pemindahan penduduk (migrasi), yaitu melalui pembukaan hutan- hutan sebagai perluasan tempat kediaman dan ekstensifikasi pemanfaatan alam serta hasil bumi.
Kelima, dalam mengembangkan dakwah Islammiyah di tanah Jawa para wali menggunakan sarana politik untuk mencapai tujuannya. Dalam bidang politik kenegaraan Sunan Giri tampil sebagai ahli Negara para Walisongo. Beliau pula yang menyusun peraturan- peraturan ketataprajaan dan pedoman- pedoman tatacara keratin. Dalam hal ini Sunan giri dibantu oleh Sunan Kudus yang juga ahli dalam perundang-undangan, pengadilan, dan mahkamah.




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pendekatan tradisional adalah paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama yang setiap tindakan dalam menyelesaikan persoalan berdasarkan tradisi
2. Sebelum dimasuki Islam, Jawa mempunyai tiga agama yaitu Hindu, Budha, dan Animisme. Kemudian Islam datang di Jawa pada saat rakyat dan penguasa Majapahit dilanda kemelut politik, ekonomi, dan keamanan. Kemudian Sultan Muhammad I dari Turki mengirim tim yang mampu memberi obat penawar keresahan masyarakat. Di bawah pimpinan Maulan Malik Ibrahim, dakwah Islam berhasil menghidupkan kebekuan penyebaran agama Islam yang telah berlangsung selama 7 abad sebelumnya. Kepiawaian sultan Turki di dalam memilih bidang keahlian sembilan juru dakwah tersebut merupakan kunci keberhasilan tim itu dalam membawa misi menyuburkan perkembangan Islam di Tanah Jawakebudayaan Jawa ketika dimasuki islam
3. Metode studi islam yang dilakukan oleh para wali dalam menyampaikan ajaran islam di Indonesia dan khususnya di tanah Jawa adalah dengan cara berdakwah. Masuk dan tersebarnya Islam di Indonesia khususnya, dan di dunia pada umumnya adalah dengan kebijaksanaan dan keuletan da’wah yang tidak dengan kekerasan. Islam sebagai ajaran dan tuntunan hidup yang menuntun manusia ke arah kebahagiaan dunia dan akhirat, diterima oleh rakyat Indonesia adalah dengan jalan da’wah.





B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat saya buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar- besarnya. Kami juga mengharap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Amiin…
Terima kasih

DAFTAR PUSTAKA

Abed Al Jabiri Muhammad, Post Tradisionalisme Islam, LKiS Yogyakarta, Yogyakarta, 2000
Simon Hasuni, Misteri Syekh Siti Jenar, cetakan kedua, PUSTAKA PELAJAR, Yogyakarta, 2005
Sofwan Ridin,Wasit dan Mundiri, Islamisasi di Jawa, cetakan I, PUSTAKA PELAJAR, Yogyakarta, 2000

http://www.artikata.com/arti-354966-tradisional.html

http://www.google.co.id/#q=pendekatan+tradisional+dalam+metodologi+studi+islam.html

manajemen sumber daya manuisa

PERKEMBANGAN BEBERAPA PENDEKATAN MANAJEMEN KINERJA
Manajemen kinerja adalah suatu proses yang dirancang untuk meningkatkan kinerja organisasi, kelompok dan individu yang digerakkan oleh para manajer. Proses ini lebih didasarkan pada prinsip manajemen berdasarkan sasaran (management by obyective) daripada manajemen berdasarkan perintah, meskipun hal tersebut juga mencakup kebutuhan untuk menekankan pada harapan kinerja yang tinggi melalui kontrak semacam itu.
Secara khusus manajemen kinerja ditujukan untuk meningkatkan asperk-aspek kinerja yang meliputi:
1) Sasaran yang dicapai: Manajemen kinerja membantu mengintegrasikan sasaran organisasi, kelompok dan individu, terutama dalam mengomunikasikan sasaran dan mengedepankan nilai-nilai organisasi.
2) Kompetensi yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap: manajemen kinerja memiliki kompetensi untuk menjadi alat bagi pencapaian perubahan budaya dan perilaku serta merupakan suatu cara memberrdayakan karyawan dengan memberikan kendali yang lebih besar atas pekerjaan mereka dan pengembangan diri pribadi mereka sendiri.
3) Efektifitas kerja: manajemen kinerja juga dapat dijadikan dasar bagi penentuan upah/gaji yang terkait dengan kinerja.
Manajemen kinerja telah bangkit dari sistem penilaian “merit rating” dan “management-by-objectives (MBO)” yang telah lama ada. Banyak di antara perkembangan terbaru dalam penilaian kinerja (performance appraisal) telah diserap ke dalam konsep manajemen kinerja, yang dijadikan suatu proses manajemen yang lebih luas, lebih lengkap dan lebih alami.
Sistem untuk menilai, memberikan reward dan pengembangan SDM sebagai jantung manajemen SDM. Evaluasi kinerja telah digunakan sebagai unsur yang esensial bagi efektifitas Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dalam organisasi.
Latar belakang historis manajemen kinerja akan dibahas dalam tulisan berikut, sehingga memberikan gambaran dan wawasan yang lebih luas di dalam mempelajari aspek manajemen kinerja.
A. “Merit-rating” Sebagai Teknik Evaluasi
Evaluasi dengan “merit rating” menurut para manajer menilai pegawainya berdasarkan berbagai faktor ataupun karakteristik pekerjaan dan/atau kepribadian secara objektif. Faktor-faktor pekerjaan mencakup elemen-elemen seperti pengetahuan akan tugas pekerjaan yang dihadapi, output yang efektif, pengambilan keputusan dan akurasi kerja. Karakteristik kepribadian dapat mencakup aspek-aspek seperti percaya diri, sikap, perilaku, inisiatif dan konsistensi.
Sistem tersebut menuntut para manajer untuk memberikan penilaian kepada staf mereka untuk tiap faktor dalam suatu skala angka 1 sampai 5. Skala tersebut akan didefinisikan dengan suatu deskripsi singkat yang diberikan terhadap level yang berbeda. Misalnya, dalam memberikan rating terhadap output yang efektif dalam suatu tata-cara penentuan penilaian yang biasa dipakai seorang manajer diminta untuk memilih di antara:
1. Sangat memuaskan- output yang sangat memuaskan dari pekerjaan yang berkualitas tinggi.
2. Memuaskan- tingkat output dan upaya yang memuaskan.
3. Cukup- menyelesaikan kurang dari jumlah pekerjaan efektif rata-rata.
4. Kurang- output yang rendah dan pekerja yang buruk.
Definisi semacam ini sendiri tidak terlalu membantu. Oleh karena itu penentuan nilai berdasarkan cara ini sering bervariasi dan tidak konsisten. Dengan demikian sistem penentuan nilai tersebut sering mempunyai kelemahan. Yaitu tidak dapat memberikan kepastian bahwa mereka yang menilai akan memberikan penilaiannya didasarkan pengamatan-pengamatan yang sistematis dan objektif terhadap perilaku kerja orang-orang yang mereka nilai.
Umumnya para manajer juga tidak menyukai sistem penilaian semacam ini karena alasan-alasan berikut ini:
 Ketidak-percayaan akan validitas sistem itu sendiri
 Tidak suka mengkritik bawahan secara langsung
 Ketidakmampuan untuk menangani evaluasi dan wawancara
 Ketidak-sukaan akan suatu prosedur yang baru
Namun demikian, banyak organisasi yang terpaksa menggunakan sistem ini karena sistem penilaian harus diterapkan dalam organisasi.
Faktor yang terutama dalam mengukur suatu kinerja adalah analisis terhadap perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang telah disepakati, bukan penilaian terhadap kepribadian.
Meskipun sistem penilaian menggunakan teknik ini banyak dikritik, namun banyak organisasi yang menggunakannya karena teknik dipandang lebih sederhana dan dapat diterapkan di seluruh unit-unit yang ada di lingkungan organisasi karena dimensi-dimensi yang dinilai menyangkut perilaku yang umum.
B. Manajemen Berorientasi Sasaran (MBO)
Menurut Schermerhorn. R. John, et.al (1995), esensi MBO adalah proses penetapan sasaran (goal setting) bersama antara atasan dan bawahan. Melalui penetapan sasaran, para manajer bekerja sama dengan bawahan untuk menetapkan sasaran dan rencana kinerja yang konsisten dengan tingkat pekerjaan dan sasaran organisasi.
Selanjutnya Drucker (1955) memperkenalkan istilah ini dalam bukunya The Practice of Management, yang menyatakan:
“An effective management must direct the vision and efforts of all managers toward a common goal. It must ensure that the individual manager understands what results are demanded of him. It must ensure that the superior understands what to expect of each of his subordinate managers. It must motivate each manager to maximum efforts in the right direction. And while encouraging high standart of workmanship, it must make them the means to the end of business performance rather than the ends in themselves”
Manajemen yang efektif harus mengarahkan visi dan upaya semua manajernya kepada sasaran bersama. Ia harus memastikan bahwa tiap manajer memahami hasil apa yang diharapkan dari setiap bawahannya. Ia harus memastikan bahwa atasan memahami apa yang dapat diharapkan dari setiap bawahannya. Ia harus dapat memotivasi manajer untuk memaksimalkan upayanya ke arah yang benar. Sementara mendorong tumbuhnya standar kerja yang tinggi, ia juga harus dapat menjadikan hal itu sebagai cara untuk mencapai peningkatan kinerja organisasi daripada kinerja individu.
Pertama, dalam pandangan Drucker, menyatakan bahwa pendekatan ini harus memastikan adanya integrasi antara sasaran individu dan perusahaan. Kedua, pendekatan ini akan menghapus ketidak-efektifan dan kesalahan-arah yang disebut sebagai menegemen berdasarkan “crisis and drives”.
Kontribusi McGregor (1960) datang dari konsep Teori Y dan Teori X –nya, yang mengatakan bahwa:
“The central principle which derives from Theory Y is that of integration: the creation of conditions such that the members of the organization can achieve their own goals best by directing their efforts towards the success of the enterprise”
“Prinsip pokok yang dikembangkan dari Teori Y adalah integrasi: penciptaan kondisi dimana para anggota organisasi dapat mencapai sasaran mereka sebaik mungkin dengan mengarahkan segala upaya ke arah keberhasilan organisasi”
McGregor menekankan, bahwa tujuannya harus untuk mencapai managemen berdasarkan integrasi dan pengendalian diri adalah sebuah strategi- suatu cara untuk mengelola manusia: “Taktinya dikembangkan berdasarkan kebutuhan keadaan”.
Manajemen berdasarkan sasaran merupakan proses umpan-balik yang memerlukan definisi sasaran organisasi yang akan dijabarkan kedalam sasaran bagi masing- masing unit kerja.
Manajemen berdasarkan sasaran cenderung untuk gagal, bukan hanya karena sifatnya yang birokratis dan sentralistik, tetapi juga karena sistem ini terlalu menekankan kepada sasaran serta output yang dapat dihitung secara kuantitatif, serta sangat sedikit ataupun bahkan sama sekali tidak memperhatikan faktor- faktor kualitatif serta aspek perilaku dari kinerja. Alasan yang lebih lanjut dari kegagalan ini adalah bahwa menejemen berdasarkan sasaran ini seringkali lebih banyak bersifat proses dari atas ke bawah dengan kurang terjadi dialog antara para manajer dan karyawan yang bertanggung jawab kepada mereka.
C. Evaluasi Kinerja (Performance Appraisal)
Evaluasi kinerja merupakan sistem formal yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja pegawai secara periodik yang ditentukan oleh organisasi. Evaluasi kinerja mempunyai tujuan antara lain (Ivancevich, 1992):
• Pengembangan
• Pemberian Reward
• Motivasi
• Perencanaan SDM
• Kompensasi
• Komunikasi
Sistem evaluasi kinerja sebagaimana yang dikembangkan sejak tahun tujuh-puluhan dan delapan-puluhan menyertakan beberapa ciri manajemen berdasarkan sasaran yang diistilahkan sebagai “result-operated scheme”.
Pada beberapa hal dimasukkan juga faktor-faktor output (hasil) selain faktor input yang berhubungan dengan perilaku. Hal ini, terutama di Amerika Serikat, termasuk pengembangan metode “Behaviourally Anchored Rating Scale” yang menuntut diidentifikasikannya aspek tanggung jawab suatu pekerjaan atau kelompok pekerjaan. Suatu skala kemudian dibuat bagi tiap dimensi dengan suatu keterangan pendek yang menggambarkan tentang perilaku yang tipikal bagi tiap nilai skala tertentu di mana keterangan itu dicamtumkan.
Keterangan-keterangan ini seringkali dibuat dengan menggunakan metode “Critical Incident Technique” sebagai suatu metode untuk mendefinisikan pekerjaan berdasarkan perilaku suatu jabatan.
Sistem evaluasi kinerja ini telah cenderung untuk menjadi suatu campuran yang kurang tepat antara penetapan sasaran dan proses rating. Sistem ini seringkali merupakan sesuatu yang dipaksakan sebagai suatu bagian dari sistem birokratis kepada para manajer lini yang kemudian melaksanakannya di bawah tekanan sehingga pelaksanaannya kurang efektif.
Istilah “appraisal” mengandung pengertian bahwa ini adalah suatu proses dari “top-down” di mana para manajer memberitahukan kepada stafnya bagaimana pandangannya tentang staf mereka. Dan salah satu penyebab dari gagalnya sistem evaluasi kinerja bahwa manajer tidak suka melakukannya-mereka keberatan, dalam istilahnya McGregor, untuk ‘Playing at being God’.
D. Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja didefinisikan oleh Bacal (1999) sebagai proses komunikasi yang berkesimnambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan dan atasan langsungnya.
Selanjutnya Noe,dkk (1999) menyebutkan 3 (tiga) tujuan manajemen kinerja yaitu:

• Tujuan Stratejik
Manajemen kinerja harus mengaitkan kegiatan pegawai dengan tujuan organisasi.
• Tujuan Administratif
Kebanyakan organisasi mengggunakan informasi manajemen kinerja khususnya evaluasi kinerja untuk kepentingan keputusan administratif.
• Tujuan Pengembangan
Manajemen kinerja bertujuan mengembangkan kapasitas pegawai yang berhasil di bidang kerjanya.
Perkembangan manajemen kinerja dipercepat oleh faktor-faktor berikut ini (Amstrong, 1994):
• Munculnya manajemen sumber daya manusia sebagai suatu pendekatan yang strategis dan terpadu terhadap pengelolaan dan pengembangan SDM yang bertanggungjawab atas manajemen lini.
• Perlunya menemukan suatu pendekatan yang strategis namun fleksibel dalam mengelola suatu organisasi perusahaan
• Kesadaran akan kenyataan bahwa kinerja hanya dapat diukur dan dinilai atas dasar suatu model input – proses-output-outcome, dan terlalu konsentrasi terhadap salah satu dari aspek kinerja tersebut dapat mengurangi efek dari keseluruhan sistemnya
• Perhatian yang diberikan kepada konsep perbaikan dan pengembangan yang berkelanjutan, dan “learning organisatiton” (organisasi pembelajaran)
• Kesadaran bahwa proses mengelola kinerja adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh para manajer lini sepanjang tahun-bukannya suatu peristiwa tahunan yang diatur oleh departemen personalia
• Meningkatnya kesadaran tentang pentingnya budaya organisasi (corporate culture) kebutuhan untuk memberikan daya dongkrak yang membantu mengubah budaya dan proses di bawah suatu nilai-nilai dasar (core-values)
• Meningkatnya penekanan terhadap komitmen dengan mengintregasikan tujuan organisasi dan individu
• Pengembangan konsep kompetensi dan tehnik untuk menganalisis kompetensi, serta menggunakan analisis tersebut sebagai dasar penentuan dan pengukuran standar kinerja dalam perilaku
• Kesadaran bahwa mengelola kinerja adalah urusan dari setiap orang di dalam organisasi, bukan hanya para manajer
• Ketidakpuasan terhadap hasil yang diperoleh dari cara pembayaran gaji/upah berdasarkan kinerja dan berkembangnya keyakinan bahwa akar permasalahannya sering kali disebabkan oleh tidak adanya proses yang memadai untuk mengukur kinerja
Manajemen kinerja juga memasukan banyak diantara pendekatan yang terdapat dalam sistem penilaian kinerja yang berhubungan dengan penentuan sasaran, seperti tata cara yang berorientasi hasil, penggunaan faktor-faktor yang didasarkan pada perilaku (behaviourally anchored factors) untuk tujuan evaluasi dalam bentuk kompetensi, dan pendekatan yang akan digunakan untuk melaksansakan pertemuan evaluasi secara formal.
Namun demikian ada beberapa perbedaan yang cukup penting. Manajamen kinerja dalam bentuknya yang paling berkembang dapat disimpulkan sebagai berikut :
 Dipandang sebagai suatu pengintegrasian proses sasaran organisasi, fungsi, kelompok dan tujuan individuyang menghubungkannya secara lebih eratdengan aspek lainnya dari manajemen sumber daya manusia
 Diperlakukan sebagai suatu proses manajemen yang normal, bukan suatu tugas administratif yang dipaksakan oleh Departemen Personalia
 Menyangkut semua anggota organisasi sebagai mitra dalam proses tersebut-bukan merupakan sesuatu yang diperintahkan oleh atasan kepada bawahannya
 Didasarkan kepada kesepakatan mengenai akuntanbilitas, harapan kerja dan rencana pengembangan, serta dipandang sebagai bagian dari proses interaksi normal diantara para manajer, individu dan anggota tim
 Menyangkut bukan hanya kinerja individu, tetapi juga kinerja tim
 Mengukur dan mengevaluasi kinerja dengan mengacu kepada faktor-faktor input/proses (pengetahuan, keahlian, kepiawaian dan kompetensi) dan faktor-faktor output/akibat (hasil dan kontribusi)
 Sebagai suatu proses yang berkesinambungan, bukan hanya mengandalkan kepada suatu evaluasi formal sekali setahun.
 Memperlakukan evaluasi kinerja sebagai suatu proses bersama yang menekankan kepada pandangan yang membangun ke masa depan-istilah ‘appraisal’ dengan konotasi ‘dari tinggi ke rendah’ kurang bisa digunakan
 Difokuskan kepada meningkatkan kinerja, mengembangjan kompetensi dan memanfaatkan potensi
 Dapat memberikan dasar bagi keputusan untuk penentuan gaji/upah berdasarkan kinerja kalau sistem itu dipergunakan, tetapi dengan lebih memperhatikan pengembangan dari sebuah sistem penentuan nilai (rating system) dan bagaimana mencapai suatu konsistensi dalam memberikan penilaian (rating)
 Mungkin tidak akan menyertakan suatu sistem rating sama sekali kalau proses itu dipergunakan untuk tujuan pengembangan dan perbaikan kinerja
 Tidak mengandalkan kepada formulir-formulir dan prosedur yang rumit.
 Perlunya pelatian agar memiliki keahlian yang diperlukan untuk menentukan kesepakatan, memberikan umpan balik, mengevaluasi kinerja dan membimbing serta memberika konseling kepada para karyawan
 Secara keseluruhan, lebih mementingkan proses menentukan sasaran, mengelola kinerja sepanjang tahun dan memantau serta mengevaluasi hasil daripada isi dari apa yangs sering kali disebut sebagai ‘sistem manajemen kinerja’ yang implikasinya adalah seperangkat mekanisme agar orang mengerjakan sesuatu dengan cara tertentu
Terdapat variasi yang luas diantara berbagai pendekatan dalam manajemen kinerja ada yang mengatakan ‘sistem manajemen kinerja’ tidak lebih dari sekedar penentuan nilai berdasarkan jasa (merit-rating), manajemen berdasarkan sasaran atau cara-cara penilaian kinerja tradisional. Ada juga yang mengatakan dan menggunakan sistem ini sebagai dasar bagi suatu sistem penentuan gaji/upah berdasarkan kinerja dan berdasarkan pra-anggapan bahwa gaji atau upah adalah motivator yang terbaik, walaupun gaji upah bukan satu-satunya yang menentukan kinerja.

Minggu, 22 Mei 2011

pengertian ushul fiqh

PENGERTIAN USHUL FIQIH
Ushul fiqh dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu: kata Ushul dan kata Fiqh, dan dapat dilihat pula sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu syari’ah.
Kata Ushul adalah bentuk jama’ dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain. Sedangkan menurut istilah, ashl dapat berarti dalil.
Kata Fiqh itu sendiri menurut bahasa, berarti paham atau tahu. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid Al Jurjaniy, pengertian fiqh yaitu:



Artinya: ilmu tentang hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Sedangkan pengertian ushul fiqh sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu dalil-dalil bagi hukum syara’ mengenai perbuatan-perbuatan dan aturan-aturan/ ketentuan-ketentuan umum bagi – pengambilan hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.
PENGERTIAN HUKUM DAN PEMBAGIANNYA
a. Hukum
Menurut bahasa, hukum diartikan:


Artinya: Menenetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakan sesuatu daripadanya.
Menurut istilah ahli Ushul Fiqh, hukum adalah:



Artinya: Kalam Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf yang bersifat, memfasilitasi atau memilih.
Dengan memperhatikan pengertian hukum di atas, maka hukum itu ada yang mengandung tuntutan (suruhan atau larangan) dinamai hukum takliefy, hukum yang mengandung takhyir (kebolehan mengerjakan dan tidak mengerjakan) dinamai hukum takhyiriy, hukum yang menerangkan sebab, syarat, mani’, shah, batal, azimah dah rukhshah dinamai hukum wadl’iy.
Hukum dibagi menjadi tiga jenis:
1. Hukum Takliefy
Dari kalangan para ahli ushul Fiqh diperoleh keterangan, bahwa titah-titah agama tang masuk ke dalam takliefy ada empat macam yaitu:
a. Ijab (mewajibkan)
Yaitu titah yang mengandung suruhan yang mesti dikerjakan, umpamanya firman Allah:



Artinya: Sembahlah olehmu akan Allah. (An Nisaa’ :35)
Bekasan ijab disebut wujub dan pekerjaan yang dikenai hukum wujub disebut wajib.
b. Nadb (anjuran supaya dikerjakan)
Yaitu titah yang mengandung suruhan yang tidak musti dikerjakan, hanya merupakan anjuran melaksanakannya. Ketidakmustian dikerjakan itu diperoleh dari qarinah di luar suruhan itu, umpamanya firman Allah:



Artinya: Apabila kamu hutang dengan berjanji akan membayarnya pada ketika yang telah ditentukan, maka tulislah hutang itu. (Al Baqarah:282)
Suruhan menulis atau membuat keterangan tertulis tidak bersifat musti melainkan merupaka anjuran, sebab pada akhir ayat tersebut Allah berfirman lagi:



Artinya: Maka jika satu sama lain saling mempercayai, hendaknya si yang dipertaruhkan amanat kepadanya (yang berhutang) menunaikan amanat itu dan hendaklah ia takut kepada Allah. (Al Baqarah:283)
Titah yang serupa ini disebut nadb, bekasannya disebut nadb, dan pekerjaannya disebut mandub atau sunnat.
c. Tahrim (mengharamkan)
Yaitu titah yang mengandung larangan yang musti dijauhi, umpamanya firman Allah:



Artinya: Janganlah kamu mengatakan cis kepada ibu bapakmu (mencibirkan ibu bapakmu), dan janganlah kamu menghardik keduanya. (Al Israa’:23)
Titah ini dinamai tahrim, bekasannya disebut muhram, pekerjaannya dinamai haram, atau mahdhur.
d. Karohah (membencikan)
Yaitu titah yang mengandung larangan namun tidak musti dijauhi. Ketidakmustian kita menjauhinya itu diperoleh dari qarinah-qarinah yang terdapat di sekelilingnya yang merubah larangan itu dari musti ditinggalkan kepada tidak musti ditinggalkan, umpamanya firman Allah:



Artinya: Apabila kamu diseru kepada shalat jum’at di hari jum’at, maka bersegeralah kamu ke masjid untuk menyebut Allah (mengerjakan shalat jum’at) dan tinggalkanlah berjual beli. (Al Jumu’ah:9)
Dalam ayat ini perkataan tinggalkanlah berjual beli, sama artinya dengan jangan kamu berjualan, hanya saja karena larangan berjual beli di sini sebagai sebab di luar dari pekerjaan itu, maka larangan di sini tidak bersifat mengharamkan, melainkan hanya memakruhkan.
Titah semacam ini disebut karohah, bekasannya disebut karihah, pekerjaannya disebut makruh.



2. Hukum Takhyiry
Hukum takhyiry ialah titah yang memberikan hak memilih atau ibadah, yakni titah yang menerangkan kebolehan kita mengerjakan atau tidak mengerjakan pekerjaan yang dititahkan. Titah itu dinamai ibadah, sedangkan pekerjaannya dinamakan mubah. Misalnya: makan bisa saja menjadi wajib dll, tergantung dengan siapa dan memakai apa??
3. Hukum Wadl’iy
Hukum wadl’iy itu ada lima macam, yaitu:
a) Sebab, yaitu sesuatu hal yang diletakkan syara’ untuk sesuatu hukum karena adanya suatu hikmah yang ditimbulkan oleh hukum itu. Maksudnya sesuatu yang ada wujud pasti ada hukum, tapi jika belum ada wujudnya belum pasti ada hukum. Misalnya firman Allah:




Artinya:Maka barang siapa menyaksikan (melihat) bulan daripada kamu, maka hendaklah ia berpuasa. (Al Baqarah:185)
Contoh lain ialah terjadinya jual beli menjadi salah satu sebab adanya milik, juga menjadi sebab hilangnya milik.
b) Syarat, yaitu sesuatu keadaan atau pekerjaan yang karena ketiadaannya, menjadi tidak ada hukum masyrutnya. Misalnya sabda Rasulullah SAW:




Artinya:Allah tiada menerima shalat salah seorang di antara kamu bila dia berhadats sehingga ia berwudlu.
Berdasarkan hadits tersebut nyatalah bahwa suci dari hadats ditetapkan sebagai syarat bagi diterimanya shalat.
c) Mani’, yaitu titah yang menerangkan bahwa sesuatu itu menghalangi berlakunya (sahnya) sesuatu hukum, umpamanya sabda Rasulullah saw. :



Artinya:Janganlah seseorang itu menyepi dengan seseorang wanita kecuali ada mahram yang menyertainya.
Dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa tidak adanya mahram menjadi penghalang bagi kebolehan laki-laki berkhalwat dengan wanita.
d) Sah, titah yang menerangkan sahnya suatu pekerjaan. Yaitu apabila kita diperintah mengerjakan suatu pekerjaan dan telah memenuhi sebab dan syaratnya serta terlepas dari penghalangnya, yakinlah kita bahwa pekerjaan itu telah menjadi sah, melepaskan diri dari tugas-tugas pelaksanaanya. Sesuatu dipandang sah adalah jika telah mencukupi rukun dan syaratnya yang tertentu.
e) Batal yaitu titah yang menerangkan bahwa sesuatu itu batal, tidak dipandang sah, tidak dihukum terlepas yang membuatnya dari tugas. Batalnya sesuatu pekerjaan itu karena tidak cukup rukun dan syaratnya, karena itu dituntut mengerjakannya lagi.
b. Al hakim
Menurut para ahli ushul, bahwa yang menetapkan hukum (Al Hakim) itu adalah Allah SWT, sedangkan yang memberitahukan hukum-hukum Allah ialah para Rasul-Nya. Beliau-beliau inilah yang menyampaikan hukum-hukum Tuhan kepada umat manusia.
Seluruh kaum muslimin bersepakat, bahwa tidak ada hakim selain Allah, sesuai dengan firman Allah:



Artinya:Tidak ada hukum melainkan bagi Allah. (Al An’aam:57)
c. Mahkum Bihi
Bahwa apabila perbuatan mukallaf yang menyangkut dengan masalah-masalah: ijab dinamai wajib, tahrim dinamai haram atau mahdhur, karohah dinamai makruh, dan ibadah dinamai mubah. Hukum-hukum tersebut dalam uruf ahli ushul disebut mahkum bihi, sedangkan tempat-tempat bergantung hukum disebut takliefy.


d. Mahkum ‘Alaih
Mahkum alaihi ialah mukallaf yang dibebani hukum. Untuk membebankan taklif hukum kepada mukallaf diperlukan beberapa syarat, sebagai berikut: islam, berakal, baligh.
SUMBER HUKUM
Sumber hukum syara’ ialah dalil-dalil syar’iyah (al adillatusy syar’iyah) yang daripadanya diistinbathkan hukum-hukum syar’iyah. Yang dimaksud dengan diistinbathkan ialah menentukan/mencarikan hukum bagi sesuatu dari suatu dalil.
Kata al adillah ( ) jama’ (plural) dari kata dalil, yang menurut bahasa berarti petunjuk kepada sesuatu. Sedang menurut istilah ialah sesuatu yang dapat menyampaikan dengan pandangan yang benar dan tepat kepada hukum syar’i yang ‘amali. Artinya dapat menunjuk dan mengatur kepada bagaimana melaksanakan sesuatu amalan yang syar’i dengan cara yang tepat dan benar.
Al adillah (dalil-dalil) ada yang naqliyah (yang dinukil) dan ada yang aqliyah (berdasarkan fikiran). Yang naqli itu yaitu al Kitab, As Sunnah, Al Ijma’ dan Al Urf, Syari’at orang-orang sebelum kita, dan madzhab Shahabi. Sedang yang aqli yaitu Al Qiyas, Al Mashalihal Mursalah, Al Istihsan dan Al Istishhab. Naqliyah dan aqliyah itu saling memerlukan.
Al Qur’an, As Sunnah dan Al Ijma’ merupakan sumber-sumber hukum yang berdiri sendiri, sedangkan Al Qiyas itu menjadi sumber apabila terdapat sumbernya di dalam Al Kitab, As Sunnah dan Al Ijma’ dan juga memerlukan mengetahui ‘illat hukum dari sesuatu yang asli.
A. AL KITAB
Kata Al Kitab menurut bahasa adalah tulisan. Sedangkan menurut istilah adalah:




Artinya:kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang dapat menjadi mu’jizat dengan hanya satu surat dan sebagai amal ibadah bila dibaca.
Isi Al Qur’an secara umum ada 3:
1) Ahkam (hukum-hukum)
2) Qisshoh (cerita)
3) Al Akhlaq (akhlaq)
B. AS SUNNAH
As Sunnah menurut bahasa artinya cara/sistem, baik cara itu Nabi Muhammad saw, atau juga lawan dari bid’ah. Adapun menurut istilah ulama Ushul As Sunnah itu ialah



Artinya:Apa yang dibekaskan oleh Nabi Muhammad saw, baik berupa ucapan, perbuatan maupun pengakuan.

Pembagian As Sunnah
Di ushul fiqh As Sunnah dibagi menjadi 3:
a) Mutawatir, yaitu sunnah yang diriwayatkan dari Rosulullah saw oleh sekelompok perawi yang menurut kebiasaannya perawi ini tidak mungkin bersepakat untuk berbuat bohong atau dusta.
b) Masyhur, yaitu sunnah yang diriwayatkan dari Rosulullah oleh seorang atau dua orang atau sekelompok sahabat Rasulullah yang tidak sampai pada kelompok tawatir (perawi hadits mutawatir), kemudian kelompok dari kelompok-kelompok tawatir itu meriwayatkan hadits atau sunnah tersebut dari satu orang perawi ini atau beberapa orang perawi.
Perbedaan antara sunnah yang mutawatirah dan sunnah yang masyhurah ialah yang mutawatir setiap lingkungan mata rantai sanadnya terdiri dari kelompok tawatir, sejak awal menerima dari Rasulullah hingga sampai kepada kita, sedang yang masyhur lingkungan mata ranttai sanadnya yang pertama bukanlah sekelompok di antara kelompok-kelompok tawatir, bahkan diterimanya oleh seorang atau dua orang atau sekelompok yang tidak sampai kepada tingkatan tawatir. Hanya saja keseluruhan lingkungan itu merupakan kelompok tawatir.
c) Ahad, yaitu sunnah yang diriwayatkan oleh satu orang atau dua orang atau kelompok yang keadaannya tidak sampai pada tingkatan tawatir. Hadits-hadits yang demikian biasanya disebut juga dengan khabarul wahid.
 , perbedaan antara apa yang diriwayatkan dengan yang diamalkan. Contoh: nikah tanpa wali.
 , sesuatu yang umum terjadi. Contoh: memegang kelamin batal.
 , Hadits ahad mengalahkan hukum standart. Contoh: khiyar majlis- dalam bisnis ada hak untuk putus selama belum deal.
HADITS MURSAL:hadits yang dikatakan oleh sahabat tanpa menyebut riwayatnya.
Fungsi Sunnah ada 3:
1) Menjelaskan aspek detail- Al Qur’an ada kemudian dijelaskan di dalam hadits. Contoh: Sholat- perintah sholat di Al Qur’an ada, tetapi detailnya ada di sunnah, seperti kapan waktu sholat, rekaatnya dll.
2) Menguatkan- teknisnya ada di Al Qur’an, tetapi prinsipnya ada di Sunnah. Contoh: li’an- sumpah ini semuanya dibicarakan di Al Qur’an, tetapi prinsipnya ada di Hdits.
3) Membuat- buatan hadits. Contoh: hukum anjing haram.

manajemen sumber daaya manusia

PERKEMBANGAN BEBERAPA PENDEKATAN MANAJEMEN KINERJA
Manajemen kinerja adalah suatu proses yang dirancang untuk meningkatkan kinerja organisasi, kelompok dan individu yang digerakkan oleh para manajer. Proses ini lebih didasarkan pada prinsip manajemen berdasarkan sasaran (management by obyective) daripada manajemen berdasarkan perintah, meskipun hal tersebut juga mencakup kebutuhan untuk menekankan pada harapan kinerja yang tinggi melalui kontrak semacam itu.
Secara khusus manajemen kinerja ditujukan untuk meningkatkan asperk-aspek kinerja yang meliputi:
1) Sasaran yang dicapai: Manajemen kinerja membantu mengintegrasikan sasaran organisasi, kelompok dan individu, terutama dalam mengomunikasikan sasaran dan mengedepankan nilai-nilai organisasi.
2) Kompetensi yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap: manajemen kinerja memiliki kompetensi untuk menjadi alat bagi pencapaian perubahan budaya dan perilaku serta merupakan suatu cara memberrdayakan karyawan dengan memberikan kendali yang lebih besar atas pekerjaan mereka dan pengembangan diri pribadi mereka sendiri.
3) Efektifitas kerja: manajemen kinerja juga dapat dijadikan dasar bagi penentuan upah/gaji yang terkait dengan kinerja.
Manajemen kinerja telah bangkit dari sistem penilaian “merit rating” dan “management-by-objectives (MBO)” yang telah lama ada. Banyak di antara perkembangan terbaru dalam penilaian kinerja (performance appraisal) telah diserap ke dalam konsep manajemen kinerja, yang dijadikan suatu proses manajemen yang lebih luas, lebih lengkap dan lebih alami.
Sistem untuk menilai, memberikan reward dan pengembangan SDM sebagai jantung manajemen SDM. Evaluasi kinerja telah digunakan sebagai unsur yang esensial bagi efektifitas Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dalam organisasi.
Latar belakang historis manajemen kinerja akan dibahas dalam tulisan berikut, sehingga memberikan gambaran dan wawasan yang lebih luas di dalam mempelajari aspek manajemen kinerja.
A. “Merit-rating” Sebagai Teknik Evaluasi
Evaluasi dengan “merit rating” menurut para manajer menilai pegawainya berdasarkan berbagai faktor ataupun karakteristik pekerjaan dan/atau kepribadian secara objektif. Faktor-faktor pekerjaan mencakup elemen-elemen seperti pengetahuan akan tugas pekerjaan yang dihadapi, output yang efektif, pengambilan keputusan dan akurasi kerja. Karakteristik kepribadian dapat mencakup aspek-aspek seperti percaya diri, sikap, perilaku, inisiatif dan konsistensi.
Sistem tersebut menuntut para manajer untuk memberikan penilaian kepada staf mereka untuk tiap faktor dalam suatu skala angka 1 sampai 5. Skala tersebut akan didefinisikan dengan suatu deskripsi singkat yang diberikan terhadap level yang berbeda. Misalnya, dalam memberikan rating terhadap output yang efektif dalam suatu tata-cara penentuan penilaian yang biasa dipakai seorang manajer diminta untuk memilih di antara:
1. Sangat memuaskan- output yang sangat memuaskan dari pekerjaan yang berkualitas tinggi.
2. Memuaskan- tingkat output dan upaya yang memuaskan.
3. Cukup- menyelesaikan kurang dari jumlah pekerjaan efektif rata-rata.
4. Kurang- output yang rendah dan pekerja yang buruk.
Definisi semacam ini sendiri tidak terlalu membantu. Oleh karena itu penentuan nilai berdasarkan cara ini sering bervariasi dan tidak konsisten. Dengan demikian sistem penentuan nilai tersebut sering mempunyai kelemahan. Yaitu tidak dapat memberikan kepastian bahwa mereka yang menilai akan memberikan penilaiannya didasarkan pengamatan-pengamatan yang sistematis dan objektif terhadap perilaku kerja orang-orang yang mereka nilai.
Umumnya para manajer juga tidak menyukai sistem penilaian semacam ini karena alasan-alasan berikut ini:
 Ketidak-percayaan akan validitas sistem itu sendiri
 Tidak suka mengkritik bawahan secara langsung
 Ketidakmampuan untuk menangani evaluasi dan wawancara
 Ketidak-sukaan akan suatu prosedur yang baru
Namun demikian, banyak organisasi yang terpaksa menggunakan sistem ini karena sistem penilaian harus diterapkan dalam organisasi.
Faktor yang terutama dalam mengukur suatu kinerja adalah analisis terhadap perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang telah disepakati, bukan penilaian terhadap kepribadian.
Meskipun sistem penilaian menggunakan teknik ini banyak dikritik, namun banyak organisasi yang menggunakannya karena teknik dipandang lebih sederhana dan dapat diterapkan di seluruh unit-unit yang ada di lingkungan organisasi karena dimensi-dimensi yang dinilai menyangkut perilaku yang umum.
B. Manajemen Berorientasi Sasaran (MBO)
Menurut Schermerhorn. R. John, et.al (1995), esensi MBO adalah proses penetapan sasaran (goal setting) bersama antara atasan dan bawahan. Melalui penetapan sasaran, para manajer bekerja sama dengan bawahan untuk menetapkan sasaran dan rencana kinerja yang konsisten dengan tingkat pekerjaan dan sasaran organisasi.
Selanjutnya Drucker (1955) memperkenalkan istilah ini dalam bukunya The Practice of Management, yang menyatakan:
“An effective management must direct the vision and efforts of all managers toward a common goal. It must ensure that the individual manager understands what results are demanded of him. It must ensure that the superior understands what to expect of each of his subordinate managers. It must motivate each manager to maximum efforts in the right direction. And while encouraging high standart of workmanship, it must make them the means to the end of business performance rather than the ends in themselves”
Manajemen yang efektif harus mengarahkan visi dan upaya semua manajernya kepada sasaran bersama. Ia harus memastikan bahwa tiap manajer memahami hasil apa yang diharapkan dari setiap bawahannya. Ia harus memastikan bahwa atasan memahami apa yang dapat diharapkan dari setiap bawahannya. Ia harus dapat memotivasi manajer untuk memaksimalkan upayanya ke arah yang benar. Sementara mendorong tumbuhnya standar kerja yang tinggi, ia juga harus dapat menjadikan hal itu sebagai cara untuk mencapai peningkatan kinerja organisasi daripada kinerja individu.
Pertama, dalam pandangan Drucker, menyatakan bahwa pendekatan ini harus memastikan adanya integrasi antara sasaran individu dan perusahaan. Kedua, pendekatan ini akan menghapus ketidak-efektifan dan kesalahan-arah yang disebut sebagai menegemen berdasarkan “crisis and drives”.
Kontribusi McGregor (1960) datang dari konsep Teori Y dan Teori X –nya, yang mengatakan bahwa:
“The central principle which derives from Theory Y is that of integration: the creation of conditions such that the members of the organization can achieve their own goals best by directing their efforts towards the success of the enterprise”
“Prinsip pokok yang dikembangkan dari Teori Y adalah integrasi: penciptaan kondisi dimana para anggota organisasi dapat mencapai sasaran mereka sebaik mungkin dengan mengarahkan segala upaya ke arah keberhasilan organisasi”
McGregor menekankan, bahwa tujuannya harus untuk mencapai managemen berdasarkan integrasi dan pengendalian diri adalah sebuah strategi- suatu cara untuk mengelola manusia: “Taktinya dikembangkan berdasarkan kebutuhan keadaan”.
Manajemen berdasarkan sasaran merupakan proses umpan-balik yang memerlukan definisi sasaran organisasi yang akan dijabarkan kedalam sasaran bagi masing- masing unit kerja.
Manajemen berdasarkan sasaran cenderung untuk gagal, bukan hanya karena sifatnya yang birokratis dan sentralistik, tetapi juga karena sistem ini terlalu menekankan kepada sasaran serta output yang dapat dihitung secara kuantitatif, serta sangat sedikit ataupun bahkan sama sekali tidak memperhatikan faktor- faktor kualitatif serta aspek perilaku dari kinerja. Alasan yang lebih lanjut dari kegagalan ini adalah bahwa menejemen berdasarkan sasaran ini seringkali lebih banyak bersifat proses dari atas ke bawah dengan kurang terjadi dialog antara para manajer dan karyawan yang bertanggung jawab kepada mereka.
C. Evaluasi Kinerja (Performance Appraisal)
Evaluasi kinerja merupakan sistem formal yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja pegawai secara periodik yang ditentukan oleh organisasi. Evaluasi kinerja mempunyai tujuan antara lain (Ivancevich, 1992):
• Pengembangan
• Pemberian Reward
• Motivasi
• Perencanaan SDM
• Kompensasi
• Komunikasi
Sistem evaluasi kinerja sebagaimana yang dikembangkan sejak tahun tujuh-puluhan dan delapan-puluhan menyertakan beberapa ciri manajemen berdasarkan sasaran yang diistilahkan sebagai “result-operated scheme”.
Pada beberapa hal dimasukkan juga faktor-faktor output (hasil) selain faktor input yang berhubungan dengan perilaku. Hal ini, terutama di Amerika Serikat, termasuk pengembangan metode “Behaviourally Anchored Rating Scale” yang menuntut diidentifikasikannya aspek tanggung jawab suatu pekerjaan atau kelompok pekerjaan. Suatu skala kemudian dibuat bagi tiap dimensi dengan suatu keterangan pendek yang menggambarkan tentang perilaku yang tipikal bagi tiap nilai skala tertentu di mana keterangan itu dicamtumkan.
Keterangan-keterangan ini seringkali dibuat dengan menggunakan metode “Critical Incident Technique” sebagai suatu metode untuk mendefinisikan pekerjaan berdasarkan perilaku suatu jabatan.
Sistem evaluasi kinerja ini telah cenderung untuk menjadi suatu campuran yang kurang tepat antara penetapan sasaran dan proses rating. Sistem ini seringkali merupakan sesuatu yang dipaksakan sebagai suatu bagian dari sistem birokratis kepada para manajer lini yang kemudian melaksanakannya di bawah tekanan sehingga pelaksanaannya kurang efektif.
Istilah “appraisal” mengandung pengertian bahwa ini adalah suatu proses dari “top-down” di mana para manajer memberitahukan kepada stafnya bagaimana pandangannya tentang staf mereka. Dan salah satu penyebab dari gagalnya sistem evaluasi kinerja bahwa manajer tidak suka melakukannya-mereka keberatan, dalam istilahnya McGregor, untuk ‘Playing at being God’.
D. Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja didefinisikan oleh Bacal (1999) sebagai proses komunikasi yang berkesimnambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan dan atasan langsungnya.
Selanjutnya Noe,dkk (1999) menyebutkan 3 (tiga) tujuan manajemen kinerja yaitu:

• Tujuan Stratejik
Manajemen kinerja harus mengaitkan kegiatan pegawai dengan tujuan organisasi.
• Tujuan Administratif
Kebanyakan organisasi mengggunakan informasi manajemen kinerja khususnya evaluasi kinerja untuk kepentingan keputusan administratif.
• Tujuan Pengembangan
Manajemen kinerja bertujuan mengembangkan kapasitas pegawai yang berhasil di bidang kerjanya.
Perkembangan manajemen kinerja dipercepat oleh faktor-faktor berikut ini (Amstrong, 1994):
• Munculnya manajemen sumber daya manusia sebagai suatu pendekatan yang strategis dan terpadu terhadap pengelolaan dan pengembangan SDM yang bertanggungjawab atas manajemen lini.
• Perlunya menemukan suatu pendekatan yang strategis namun fleksibel dalam mengelola suatu organisasi perusahaan
• Kesadaran akan kenyataan bahwa kinerja hanya dapat diukur dan dinilai atas dasar suatu model input – proses-output-outcome, dan terlalu konsentrasi terhadap salah satu dari aspek kinerja tersebut dapat mengurangi efek dari keseluruhan sistemnya
• Perhatian yang diberikan kepada konsep perbaikan dan pengembangan yang berkelanjutan, dan “learning organisatiton” (organisasi pembelajaran)
• Kesadaran bahwa proses mengelola kinerja adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh para manajer lini sepanjang tahun-bukannya suatu peristiwa tahunan yang diatur oleh departemen personalia
• Meningkatnya kesadaran tentang pentingnya budaya organisasi (corporate culture) kebutuhan untuk memberikan daya dongkrak yang membantu mengubah budaya dan proses di bawah suatu nilai-nilai dasar (core-values)
• Meningkatnya penekanan terhadap komitmen dengan mengintregasikan tujuan organisasi dan individu
• Pengembangan konsep kompetensi dan tehnik untuk menganalisis kompetensi, serta menggunakan analisis tersebut sebagai dasar penentuan dan pengukuran standar kinerja dalam perilaku
• Kesadaran bahwa mengelola kinerja adalah urusan dari setiap orang di dalam organisasi, bukan hanya para manajer
• Ketidakpuasan terhadap hasil yang diperoleh dari cara pembayaran gaji/upah berdasarkan kinerja dan berkembangnya keyakinan bahwa akar permasalahannya sering kali disebabkan oleh tidak adanya proses yang memadai untuk mengukur kinerja
Manajemen kinerja juga memasukan banyak diantara pendekatan yang terdapat dalam sistem penilaian kinerja yang berhubungan dengan penentuan sasaran, seperti tata cara yang berorientasi hasil, penggunaan faktor-faktor yang didasarkan pada perilaku (behaviourally anchored factors) untuk tujuan evaluasi dalam bentuk kompetensi, dan pendekatan yang akan digunakan untuk melaksansakan pertemuan evaluasi secara formal.
Namun demikian ada beberapa perbedaan yang cukup penting. Manajamen kinerja dalam bentuknya yang paling berkembang dapat disimpulkan sebagai berikut :
 Dipandang sebagai suatu pengintegrasian proses sasaran organisasi, fungsi, kelompok dan tujuan individuyang menghubungkannya secara lebih eratdengan aspek lainnya dari manajemen sumber daya manusia
 Diperlakukan sebagai suatu proses manajemen yang normal, bukan suatu tugas administratif yang dipaksakan oleh Departemen Personalia
 Menyangkut semua anggota organisasi sebagai mitra dalam proses tersebut-bukan merupakan sesuatu yang diperintahkan oleh atasan kepada bawahannya
 Didasarkan kepada kesepakatan mengenai akuntanbilitas, harapan kerja dan rencana pengembangan, serta dipandang sebagai bagian dari proses interaksi normal diantara para manajer, individu dan anggota tim
 Menyangkut bukan hanya kinerja individu, tetapi juga kinerja tim
 Mengukur dan mengevaluasi kinerja dengan mengacu kepada faktor-faktor input/proses (pengetahuan, keahlian, kepiawaian dan kompetensi) dan faktor-faktor output/akibat (hasil dan kontribusi)
 Sebagai suatu proses yang berkesinambungan, bukan hanya mengandalkan kepada suatu evaluasi formal sekali setahun.
 Memperlakukan evaluasi kinerja sebagai suatu proses bersama yang menekankan kepada pandangan yang membangun ke masa depan-istilah ‘appraisal’ dengan konotasi ‘dari tinggi ke rendah’ kurang bisa digunakan
 Difokuskan kepada meningkatkan kinerja, mengembangjan kompetensi dan memanfaatkan potensi
 Dapat memberikan dasar bagi keputusan untuk penentuan gaji/upah berdasarkan kinerja kalau sistem itu dipergunakan, tetapi dengan lebih memperhatikan pengembangan dari sebuah sistem penentuan nilai (rating system) dan bagaimana mencapai suatu konsistensi dalam memberikan penilaian (rating)
 Mungkin tidak akan menyertakan suatu sistem rating sama sekali kalau proses itu dipergunakan untuk tujuan pengembangan dan perbaikan kinerja
 Tidak mengandalkan kepada formulir-formulir dan prosedur yang rumit.
 Perlunya pelatian agar memiliki keahlian yang diperlukan untuk menentukan kesepakatan, memberikan umpan balik, mengevaluasi kinerja dan membimbing serta memberika konseling kepada para karyawan
 Secara keseluruhan, lebih mementingkan proses menentukan sasaran, mengelola kinerja sepanjang tahun dan memantau serta mengevaluasi hasil daripada isi dari apa yangs sering kali disebut sebagai ‘sistem manajemen kinerja’ yang implikasinya adalah seperangkat mekanisme agar orang mengerjakan sesuatu dengan cara tertentu
Terdapat variasi yang luas diantara berbagai pendekatan dalam manajemen kinerja ada yang mengatakan ‘sistem manajemen kinerja’ tidak lebih dari sekedar penentuan nilai berdasarkan jasa (merit-rating), manajemen berdasarkan sasaran atau cara-cara penilaian kinerja tradisional. Ada juga yang mengatakan dan menggunakan sistem ini sebagai dasar bagi suatu sistem penentuan gaji/upah berdasarkan kinerja dan berdasarkan pra-anggapan bahwa gaji atau upah adalah motivator yang terbaik, walaupun gaji upah bukan satu-satunya yang menentukan kinerja.

makalah ulumul qur'an

QOSHOSHUL QUR’AN
A. Pendahuluan
Allah menurunkan Al-qur’an kapada Nabi Muhammad SAW, dan dimaklumi bahwa qur'an adalah buku risalah keagamaan. Ia bukan buku sejarah, atau buku sastra. Namun, harus diakui bahwa di dalamnya banyak memuat kisah atau cerita sejarah yang diungkapkan dalam bahasa sastra yang indah.
Secara umum, pembahasan sejarah di dalam Qur’an dapat ditimjau dari dua segi; (1)bahasan sejarah sebagai cerita, dan (2)bahasan sejarah sebagai filsafat. Hanya saja, dalam bahasan ini tidak akan membahas falsafah sejarah Menurut qur’an, karena pembahasan masalah itu tidak hanya menyangkut ayat- ayat Al- Qishshoh.
Bahasan utama dalam kajian ini hanya menyangkut sejarah sebagai cerita yang tercermin dalam ayat- ayat Al- Qishshoh yang menggambarkan perjuangan para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW, atau tokoh- tokoh sejarah lainnya.
Dan dari pendahuluan di atas, maka dalam makalah ini akan membahas tentang Qashoshul Qur’an
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Qashoshul qur’an?
2. Apa saja unsur- unsur dalam qashoshul qur’an?
3. Apa macam- macam qashoshul qur’an?
4. bagaimana pengulangan kisah dan hukmahnya!
5. Bagaimana pengaruh qoshoshul qur’an dalam pendidikan dan pengajaran?
C. Pembahasan
1. Pengertian Qoshoshul qur’an
Kisah berasal dari Bahasa Arab Qashsha- yaqushshu- qushshotan yang artinya potongan, berita yang diikuti, dan pelacakan jejak.
Qashosh adalah masdar dari Qashsho yang berarti mencari bekasan/ mengikuti bekasan (jejak) Qs.18 Al-Kahfi: 64
     
Artinya: ” lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.”
Qashash juga berarti berita- berita yang berurutan Qs. 3 Ali imron:62
•     
Artinya: “ Sesungguhnya ini adalah berita yang benar”.
Secara etimologi (bahasa) Al-qashosh berarti urusan (Al-Amr), berita (Khobar), dan keadaan (Hal). Dalam bahasa Indonesia, kata itu diterjemahkan dengan kisah yang berarti kajadian (riwayat dan sebagainya).
Adapun yang di maksud dengan qashoshil Qur’an secara terminology adalah
اخيار عن احوال الامم الماضية والنبوات السابقة والحوادث الواقعة
Artinya: pemberitaan mengenai keadaan umat terdahulu, Nabi- nabi terdahulu dan peristiwa yang permah terjadi.

2. Unsur- unsure dalam qoshoshul qur’an
a) Pelaku (As- Sakhsiyyat)
Pelakunya tidak hanya manusia, tapi malaikat, jin, bahkan burung dan semut( binatang).
b) Peristiwa ( Ahdats)
Hubungan antara peristiwa dengan pelaku pada setiap kisah sangat jelas karena kedua hal itu meripakan unsur- unsur pokok suatu kisah.
c) Percakapan ( dialog)
Tidak semua kisah mengndung percakapan seperti kisah yang bermaksud menakut- nakuti, tapi adapula kisah yang menonjol percakapannya seperti kisah nabi Adam.

3. Macam- macam qashoshul qur’an
a) Di lihat dari sisi pelakunya
o Kisah para nabi terdahulu, seperti mukjizat- mu’jizat dari Allah.
o Kisah yang berhubungan dengan peristiwa- peristiwa pada masa lalu dam orang- orang yang tidak disebutkan kenabuannya, seperti Thalut dan Jalut, Anak-anak adam, dll.
o Kisah- kisah yang terjadi pada masa Rosulullah, seperti kisah perang uhud, badar, Isro’ Mi’roj, dll.
b) Di lihat dari panjang pendeknya
 Kisah panjang, Seperti kisah Nabi Yusuf dalam surat Yusuf, Nabi Musa dalam surat Al-Qashosh, Nabi Nuh dalam surat Nuh, dll.
 Kisah yang lebih pendek dari bagian pertama, seperti kisah maryam, Ashabul kahfi, Nbi Adam dalam surat Al- baqoroh dan Thaha, yang hanya terdiri atas belasan ayat saja.
 Kisah Pendek, kisah yang jumlahnya kurang dari sepuluh ayat, seperti kisah nabi Hud dan nabi Luth dalam surat Al-A’rof, dll.
d) Di lihat dari jenisnya
Menurut Kholafullah, di lihat dari segi jenisnya kisah- kisah al-qur’an dapat dibagi menjadi tuga bagian, yaitu:
• Kisah sejarah ( Al- Qishosh al- tarikhiyyah), yakni kisah yang berkisar tentang tokoh- tokoh sejarah, seperti para nabi dan rosul.
• Kisa Sejarah ( Al- qishosh Al- Tamtsiliyyah), yakni kisah yang menyebutkan suatu peristiwa intuk menerangkan dan memperjelas suatu pengertian, peristiwa itu tidak benar- benar terjadi, tetapi hanya perkiraan dan khayalan semata.
• Kisah Asatir, yakni kisah yang didasarkan atas suatu asatir. Pada umumnya, kisah semacam ini bertujuan mewujudkan tujuan- tujuan ilmiah atau menafsirkan, gejala- gejala yang ada, atau menguraikan sesuatu persoalan yang sikar diterima oeh akal. Contohnya: peristiwa Usro’ Mi’roj yang tidak bisa diterima oleh akal.
4. Faedah- faedah Qashoshul qur’an
a) Menjeaskan dasar- dasar dakwah agama Allah dan pokok- pokok syari’at yang dibawa oleh setiap Nabi.
” Dan kami tidak mengutus seorang rosul pun sebelum lamu, melainkan kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan selain aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan aku”. (Al-Anbiya’ (21):25)
b) meneguhkan hati rosulullah dan hati umatnya dalam menegakkan agama Allah, serta menguatkan kepercayaan orang- orang yang beriman melalui datangnya pertolongan Allah dan hncurnya kebathilan besrta para pendukungnya.
” Dan semua kisah rosul- rosul yang kami ceritakan kepadamu, adalah kisah- kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surah ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang- orang uang beriman.”(Hud(11):120)
c) Membenarkan nabi- nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak- jejak mereka dan mengabadikannya.
d) Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang- orang terdahulu di sepanjang kurun dan waktu.
e) Menyingkap kebohongan Ahlu Kutab yang relah menyembunyikan isi kitab mereka yang masih murni. Misalnya firman Allah:
” semua makanan adalah halal bagi Bani Isroil melainkan makanan yang di haramkan oleh Isroil ( ya’qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurot di turunka. Katakanlah: (jika kamu mengatakan ada makanan yan diharamkan sebelum taurot), maka bawalah taurot itu, lalu bacalah ia jika kamu orang- orang yang benar.” ( Ali Imron (3): 93)
f) Menarik perhatian mereka yang diberi pelajaran
” Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang- orang yang berakal” ( Yusuf (12): 111).
5. Pengulangan kisah dan hikmahnya
Sebuah kisah disebut berulang kali dalam bentuk yang berbeda- beda, kadang- kadang pendek, kadang- kadang panjang. Diantara hikmahnya adalah:
 Menjelaskan kebalaghihan ak- qur’an dalam bentik yang paling tinggi. Diasmtara keistimewaan- keistimewaan balaghoh, ialah menerangkan sebuah makna dalam berbagai macam susunan. Dan di tiap-tiap tempat disebut dengan susunan kalimat yang berbeda dari yang tela disebutkan. Dengan demikian selalu terasa nikmat kita mendengar dan membacanya.
 Menampakkan kekuatan ijaz menyebut suatu makna dalam berbagai bentuk susunan. Perkataan yang tidak dapat ditantang salah satunya oleh sastrawan-sastrawan arab, menjelaskan bahwasannya al-Qur’an itu dari Allah
 Memberikan perhatian penuh pada kisah itu, mengulang-ulangi kisah adalah salah satu cara ta’kid dan salah satu dari tanda-tanda besarnya perhatian, seperti keadaannya kisah Musa dan Fir’aun
 Karena berbeda tujuan yang karenanyalah disebut kisah itu. Di suatu tempat diterangkan segainya, karena itu saja yang diperlukan dan di tempat-tempat yang lain disebut lebih sempurna karena yang demikianlah yang dikehendaki keadaan.
6. Pengaruh Kisah-Kisah Qur’an dalam Pendidikan dan Pengajaran
Tidak diragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan menembus relung jiwa manusia dengan mudah. Pelajaran yang disampaikan dengan metode (uslub) Qasasi (narasi) sangat bermanfaat dan mengandung banyak faedah. Pada umumnya, anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita, memperhatikan riwayat kisah, dan ingatannya segera menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian ia menirukan dan mengisahkannya.
Tapi, jika pealajaran itu disampaikan dengan metode talqin dan ceramah akan menimbulkan kebosanan, sehingga mereka tidak akan mengikuti sepenuhnya apa yang disampaikan.
Dan para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah-kisah qur’ani itu dengan uslub bahasa yang sesuai dengan tingkat nalar pelajar dalam segala tindakan

D. Penutup
1. Kesimpulan
o Yang dimaksud qoshoshul qur’an adalah pemberitaan mengenai keadaan umat terdahulu, nabi- mabi terdahulu, dan peristiwa yang pernah terjadi.
o Adapun unsur- unsur dalam qoshoshul qur’an ada pelaku, peristiwa dan percakapan
o Macam- macam qoshoshul qur’an
a) yang di lihat dari sisi pelaku:
• Kisah para nabi terdahulu
• Kisah yang berhubungan dengan peristiwa- pwristiwa pada masa lalu dan orang- orang yang tidak disebutkan kenabiaanya.
• Kisah- kisah yang terjadi pada masa Rosululloh.
b) Yang di lihat dari pamjang pendeknya
• Kisah panjang
• Kisah yang lebih pendek dari bagian pertama
• Kisah pendek
c) Yang dilihat dari jenisnya
• Kisah sejarah
• Kisah sejarah
• Kisah asatir
o Faedah- faedah qoshoshul qur’an
a) Menjelaskan dasar- dasar dakwah agama Allah
b) Meneguhkan hati rosulullah dan hati umatnya, dll.
o Hikmah pengulangan qoshoshul qur’an
a) Menjelaskan ke-balaghah- an qur’an
b) Menampakkan kekuatan i’jaz, dll.
o Pengaruh qoshoshul qur’andalam pendidikan dan pengajaran
Pelajaran yang disampaikan dengan metode (uslub)qasasi ( narasi) sangat bermanfaat dan mengandung banyak faedah.

2. Saran
Demikianlah makalah ini saya buat, semoga bermanfaat bagi kita semua. Dan kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran dari pembaca budiman, demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

E. Daftar Pustaka
 Ash- shiddieqy, muhammad Hasbi, Teungku, Ilmu- ilmu Al- qur’an, semarang: Pustaka rizki Putra, 2002
 Manna’, khalil Al-Qattan, cetakan 6, Pustaka Litera Antar Nusa, 2001
 Qolyubi, Syihabuddin, stilistika Al- qur’an, Yogyakarta, Titian Ilahi Press, 1997
 Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, Cetakan pertama, Bandung, CV Pustaka Setia, 2000
RESUME
DBSM (DATA BASE SYSTEM MANAGEMENT)
Sistem manajemen data base (DBSM) adalah perangkat lunak yang memungkinkan organisasi untuk mensentralisasi data, mengelolanya secara efisien, dan menyediakan akses ke data yang disimpan oleh program aplikasi. Sistem manajemen database memiliki tiga komponen:
1. Bahasa definisi data
Adalah bahasa formal yang digunakan oleh programmer untuk menentukan isi dan struktur database.
2. Bahasa manipulasi data
Sebagian besar DBSM memiliki bahasa yang khas yang disebut bahasa manipulasi data yang digunakan dalam hubungannya dengan beberapa bahasa pemrograman aplikasi konvensional untuk memanipulir data dalam database. Bahasa manipulasi data yang paling banyak digunakan dewasa ini adalah Structured Query Language atau SQL.
3. Kamus data
Adalah file terotomasi atau manual yang menyimpan dan mengorganisasi informasi mengenai data yang terdapat pada database.
JENIS-JENIS DATABASE
DBSM menggunaka beragam model database untuk melacak entitas, atribut, dan relasi. Tiap model menawarkan keuntungan pemrosesan tertentu dan keuntungan bisnis tertentu.
DBSM Relasional
Jenis DBSM yang paling terkenal dewasa ini untuk PC untuk computer PC dan computer yang lebih besar dan mainframe adalah DBSM relasional. Model database logika yang memperlakukan data seakan-akan tersimpan dalam tabel dua dimensi. Ia bisa menghubungkan data yang tersimpan pada satu tabel ke data dalam tabel lainnya selama dua tabel berbagi elemen data yang sama. Dalam tiap table baris-baris di dalamnya merupakan record yang unik dan kolom-kolomnya adalah field. Istilah lain untuk baris atau record yang saling terelasi adalah tuple.
DBSM Hierarkis dan Jaringan
DBSM hierarkis menampilkan data kepada pengguna dalam struktur seperti pohon. Model database logika lama yang mengorganisasi data dalam struktur serupa pohon. Sebuah record dibagi lagi ke dalam sub yang disebut segmen yang terhubung ke segmen lainnya dalam relasi one-to-many parent-child.
DBSM hierarkis menampilkan relasi one-to-many, sedangkan DBSM jaringan menampilkan relasi logis many-to-many. Dengan kata lain, parent bisa memiliki banyak child, dan child bisa memiliki banyak parent.
Database Berorientasi-Objek
Adalah suatu bentuk pengelolaan data yang menyimpan data dan prosedur sebagai objek yang bisa secara otomatis diambil dan dibagi-pakai. Object-oriented database manajement systems (OODBSM) semakin terkenal karena bisa digunakan untuk mengelola beagam komponen multimedia atau applet Java yang digunakan dalam aplikasi Web, yang baisanya mengintegrasikan kepingan-kepingan informasi dari beragam sumber. Walaupun database berorientasi-objek bisa menyimpan lebih banyak jenis data kompleks daripada DBSM relasional, namun ia relative lebih lambat dibandingkan DBSM relasional dalam memproses transaksi berskala besar. Sistem DBSM relasional-objek hybrid sekarang sudah tersedia sehingga memungkinkan penggabungan DBSM relasional dan DBSM berorientasi-objek.
 Tren-Tren Database
Analisis Data Multidimensional
Analisis multidimensional memungkinkan pengguna untuk menampilkan data sejenis dalam cara yang berbeda, dengan mengggunakan beberapa dimensi. Istilah lain untuk analisis data multidimensi adalah pemrosesan analitik online (OLAP) yaitu kemampuan untuk memanipulasi dan menganalisis data dalam volume besar dari beragam perspektif.

Data Warehouse dan Data Mining
Data Warehouse adalah database, dengan perangkat pelaporan dan query, yang menyimpan data saat ini dan data historis mengenai hal-hal potensial bagi semua manajer perusahaan. Data berasal dari beragam sistem operasional inti dan sumber-sumber eksternal, termasuk transaksi melalui Web site, masing-masing dengan model data yang berbeda.
Datamining menggunakan beragam teknik untuk menemukan pola tersembunyi dan relasi dalam sekumpulan besar data dan menarik kesimpulan aturan dari kumpulan data tersebut sehingga bisa digunakan untuk mem-prediksi perilaku masa depan dan menuntun pengambilan keputusan (Fayyad et al., 2002; Hirji,2001).
Datamining adalah perangkat yang profitable dan sangat berdaya guna, namun memiliki masalah dalam hal proteksi kerahasiaan individu.
Database dan Web
Web dan Database Hypermedia
Web site menyimpan informasi sebagai halaman-halaman yang saling terkoneksi yang berisi teks, suara, video, dan grafis dengan menggunakan database hypermedia. Database hypermedia menyimpan potongan-potongan informasi (untuk manajemen informasi) dalam bentuk titik-titik yang terkoneksi oleh link yang ditentukan oleh pengguna.


E- COMMERCE
Perdagangan elektronik atau e-dagang (bahasa inggris: Electronic commerce, juga e- commerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E- dagang dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.
E-dagang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 pada saat pertama kali banner- elektronik dipakai untuk tujuan promosi dan periklanan di suatu halaman- web (website). Menurut Riset Forrester, perdagangan elektronik menghasilkan penjualan seharga AS $12,2 milyar pada 2003. Menurut laporan yang lain pada bulan Oktober 2006, pendapatan ritel online yang bersifat non-travel di Amerika Serikat diramalkan akan mencapai seperempat trilyun dolar US pada tahun 2011.

Karakteristik E-Commerce
Berbeda dengan transaksi perdagangan biasa, transaksi e-commerce memiliki beberapa karakteristik yang sangat khusus, yaitu:
1. Transaksi tanpa batas
Dewasa ini dengan internet pengusaha kecil dan menengah dapat memasarkan produknya secara internasional cukup dengan membuat situs web atau dengan memasang iklan di situs-situs internet tanpa batas waktu (24 jam), dan tentu saja pelanggan dari seluruh dunia dapat mengakses situs tersebut dan melakukan transaksi secara online.
2. Transaksi anonim
Para penjual dan pembeli dalam transaksi melalui internet tidak harus bertemu muka satu sama lainnya. Penjual tidak memerlukan nama dari pembeli sepanjang mengenai pembayarannya telah diotorisasi oleh penyedia sistem pembayaran yang ditentukan, yang biasanya dengan kartu kredit.
3. Produk digital dan non digital
Produk-produk digital seperti software komputer, musik dan produk lain yang bersifat digital dapat dipasarkan melalui internet dengan cara mendownload secara elektronik. Dalam perkembangannya obyek yang ditawarkan melalui internet juga meliputi barang-barang kebutuhan hidup lainnya.
4. Produk barang tak berwujud
Banyak perusahaan yang bergerak di bidang e-commerce dengan menawarkan barang tak berwujud seperti data, software dan ide-ide yang dijual melalui internet.

Pengelompokan E-Commerce
Ada tiga kelompok besar e-commerce, yaitu:
1. Business-to-consumere-commerce (B2C), mencakup produk-produk retail dan jasa untuk para konsumen individu. Contohnya: Barners&Noble.com, yang menjual buku, perangkat lunak, dan musik kepada konsumen individu.
2. Business-to-business e-commerce ¬(B2B), mencakup penjualan barang- barang dan jasa antarbisnis. Contohnya: Milpro.com, Millacron Inc., Website yang menjual alat-alat potong, roda gerinda, dan alat- alat berat ke lebih dari 100.000 bisnis mesin kelas kecil.
3. Consumer-to-consumer e-commerce (C2C), mencakup konsumen yang menjual secara langsung kepada konsumen. Misalnya, eBay, Web site raksasa penyedia jasa lelang, memungkinkan orang-orang menjual barang-barangnya ke konsumen lain dengan cara melelangnya.
Cara lain mengelompokkan transaksi e-commerce adalah berdasarkan konneksi para partisipan ke Web. Sampai saat ini, hampir semua transaksi e-commerce mengambil tempat melalui jaringan. Sekarang telepon seluler dan perangkat digital genggam lainnya telah memungkinkan pengaksesan internet sehingga bisa digunakan untuk mengirim e-mail atau mengakses Web site. Perusahaan berlomba-lomba menawarkan produk dan jasa berbasis- Web yang bisa diakses melalui perangkat nirkabel tersebut. Penggunaan perangkat nirkabel untuk membeli barang-barang dan jasa disebut mobile commerce atau m-commerce. Transaksi B2B dan B2C e-commerce bisa dilakukan dengan teknologi m-commerce.


Penjualan Langsung Melalui Web
Pabrik bisa menjual produk dan jasanya secara langsung ke pelanggan retail, tidak melalui perantara seperti distributor tau outlet retail. Dengan menjual secara langsung kepada konsumen atau mengurangi sejumlah perantara distribusi, perusahaan bisa mencapai keuntungan besar sementara menurunkan harga. Pengurangan lapisan- lapisan proses organisasi atau proses bisnis untuk langkah- langkah perantara dalam suatu rantai nilai disebut disintermediasi.
Internet menyebabkan proses disintermediasi semakin berjalan cepat di sebagian industri, namun juga menciptakan peluang hadirnya jenis-jenis perantara baru. Di beberapa industri tertentu, distributor yang memiliki gudang-gudang barang, atau perantara, misal agen-agen real estate bisa digantikan oleh “terminal-terminal layanan” baru yang secara khusus membantu para pengguna Internet untuk mengurangi biaya pengeluaran yang dihabiskan untuk melakukan pencarian informasi, serta mengarahkan mereka dengan informasi yang sesuai kebutuhan (Anderson dan Anderson,2002; Gallaugher,2002;Hagel,III,dan Singer,1999). Para makelar informasi adalah contoh-contoh dari satu jenis layanan di mana perantara seperti itu bisa memberi nilai. Proses peralihan kembali fungsi perantara dalam rantai nilai menjadi sumber-sumber baru disebut reintermediasi.

Business-to-Business E-Commerce:
Efisiensi dan Relasi Baru
Untuk business-to-business e-commerce, perusahaan bisa melakukan penjualan ke bisnis lainnya menggunakan situs miliknya sendiri sebagai toko elektronik, atau mereka bisa mengeksekusi transaksi pembelian dan penjualan melalui jaringan industri pribadi atau pasar net. Jaringan industri pribadi berfokus pada koordinasi proses bisnis yang kontinu antar perusahaan untuk menjalankan perdagangan kolaboratif dan manajemen rantai perusahaan. Istilah lain untuk jaringan industri pribadi adalah private exchange. Private exchange adalah model perdagangan B2b yang perkembangannya paling pesat. Pasar net, yang kadang kala disebut e-hub, menyediakan wilayah pasar digital tunggal berdasarkan teknologi internet untuk beragam pembeli dan penjual. Partisipan pada pasar net bisa menetapkan harga melalui negosiasi online, tawar-menawar, atau permintaan penawaran harga, atau menggunakan harga yang sudah ditetapkan.
Pertukaran (exchange) adalah pasar net pihak ketiga yang bisa menghubungkan beribu-ribu pemasok dan pembeli untuk pembelian cepat. Banyak pertukaran melayani pasar vertikal untuk satu industri, misal makanan, barang-barang elektronik, atau perlengkapan industri,dan terutama berhadapan dengan input langsung.
Pertukaran banyak berkembang pada masa awal kemunculan e-commerce, namun sebagian besar gagal. Pemasok enggan berpatisipasi karena pertukaran menguntungkan ikatan persaingan sehingga menurunkan harga dan tidak bisa memberi relasi jangka panjang dengan pembeli atau layanan sebagai kompensasi dari penurunan harga.

Sistem Pembayaran E-Commerce
Sistem pembayaran elektronik khusus telah dikembangkan untuk bisa menangani pembayaran barang-barang secara elektronik melalui Internet. Sistem pembayaran elektronik untuk Internet adalah sistem pembayaran kartu kredit, tunai digital, dompet digital, sistem akumulasi total pembelian digital, sistem pembayaran nilai tersimpan, sistem pembayaran peer-to-peer, cek elektronik, dan sistem pembayaran tagihan elektronik.
Contoh-contoh sistem pembayaran Elektronik untuk E-Commerce:


Sistem pembayaran Keterangan Contoh Komersil
Kartu kredit digital Layanan aman untuk pembayaran menggunakan kartu kredit pada internet memproteksi informasi yang dikirimkan kepada para pengguna, situs-situs penjual, dan bank-bank pemroses. CyberSource, IC Verify
Dompet digital Perangkat lunak yang bisa menyimpan identifikasi kartu kredit dan pemiliknya serta memberi data-data tersebut secara otomatis selama transaksi pembelian pada e-commerce Gator, AOL Quick Checkout
Sistem pembayaran akumulasi pembelian Sistem yang memungkinkan pengguna untuk melakukan micropayment (pembayaran dalam sejumlah kecil uang, biasanya kurang dari US$10) Dn penbelian melalui web, mengakumulasi saldo debit pada kartu kreditnya atau pada tagihan teleponnya. Qpass, Trivnet
Sistem pembayaran nilai tersimpan Sistem yang memungkinkan konsumen untuk melakukan pembayaran online instan kepada penjual dan individu lain berdasarkan nilai yang tersimpan dalam akun digital. Mondex smart card, American Qpass, Express Blue smart card
Tunai digital Mata uang yang direpresentasikan dalam bentuk elektronik dan digunakan di luar jaringan uang normal. Ecoin.net
Sistem pembayaran peer-to-peer Sistem pembayaran elektronik bagi orang-orang yang ingin mengirimkan uang ke vendor atau individu yang belum bisa menerima pembayaran melalui kartu kredit PayPal(sistem pembayaran peer-to-peer yang memungkinkan pengguna untuk membayar siapapun melalui alamat e-mail atau mengirimkan tagihan pribadi atau kelompok secara online)
Cek digital Sistem yang memperluas fungsionalitas rekening cek yang sudah ada sehingga bisa digunakan untuk pembayaran belanja online Western Union Money Zap
Pembayaran tagihan elektronik Sitem yang digunakan untuk membayar tagihan rutin bulanan yang memungkinkan pengguna untuk melihat tagihan-tagihannya secara elektronik dan membayarnya melalui transfer dana elektronik dari bank-bank atau rekening kartu kredit. Checkfree

Faktor kunci sukses dalam e-commerce
Dalam banyak kasus, sebuah perusahaan e-commerce bisa bertahan tidak hanya mengandalkan kekuatan produk saja, tapi dengan adanya tim manajemen yang handal, pengiriman yang tepat waktu, pelayanan yang bagus, struktur organisasi bisnis yang baik, jaringan infrastruktur dan keamanan, desain situs web yang bagus, beberapa faktornya adalah:
1. Menyediakan harga kompetitif
2. Menyediakan jasa pembelian yang tanggap, cepat, dan ramah
3. Menyediakan informasi barang dan jasa yang lengkap dan jelas
4. Menyediakan banyak bonus seperti kupon, penawaran istimewa, dan diskon.
5. Memberikan perhatian khusus seperti usulan pembelian
6. Menyediakan rasa komunitas untuk berdiskusi, masukan dari pelanggan, dan lain-lain
7. Mempermudah kegiatan perdagangan.

Masalah e-commerce
1. Penipuan dengan cara pencurian identitas dan membohongi pelanggan.
2. Hukum yang kurang berkembang dalam bidang e-commerce ini.